DAMPAK GLOBALISASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Dalam menjawab tantangan globalisasi maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkarakter handal dan berdaya saing tinggi. Untuk mewujudkannya maka disinilah pendidikan harus menampilkan diri sebagai bagian dari tantangan globalisasi tersebut. Pendidikan ditantang harus mampu mendidik dan menghasilkan para lulusan yang berdaya saing tinggi bukan justru sebaliknya mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.

Globalisasi merupakan sesu-atu tidak bisa terlepaskan dalam perkembangan zaman saat ini. Secara etimologi, globalisai diambil dari kata benda globe yang artinya dunia dan global berarti mensifatkan kata benda tersebut, yaitu  mendunia.  Jadi kata globalisasi dapat diartikan sebagai suatu upaya atau proses yang berdampak pada aspek kehidupan secara men-dunia.

Globalisasi, menurut ilmuwan sosial dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pada dekade ini berlangsung sangat cepat. Jalaludin Rahmat dalam bukunya Islam Aktual bahkan menyebut fase ini sebagai era revolusi teknologi infomasi dan komunikasi. Pasalnya, perkembangan pada bidang tersebut terjadi begitu cepat dan mempunyai pengaruh yang mendasar dalam berbagai sisi kehidupan manusia.

Dengan kata lain, kehadiran globalisasi menuntut perubahan yang mendasar bagi setiap individu. Kita harus menjadikan perubahan itu sebagai tantangan bukan acaman. Dalam menjawab tantangan globalisasi maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkarakter handal dan berdaya saing tinggi.

Dilihat dari ilmu antropologi,  sebagaimana Rogers, Burdge, Korsc-hing dan Donner Meyer (1988:437) nyatakan bahwa pendidikan sebagai proses trasmisi budaya mengacu kepada setiap bentuk pembelajaran budaya (cultural learning) yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, mobilitas sosial, pembentukan jati diri dan kreasi pengetahuan.

Selanjutnya, Toffler dalam Sonhadji (1993 : 4) menyatakan bahwa sekolah atau lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan peserta didiknya untuk belajar bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan dalam era global adalah ketidakmampuan belajar bagaimana belajar.

Untuk mewujudkannya maka disinilah pendidikan harus menampilkan diri sebagai bagian dari tantangan globalisasi tersebut. Pendidikan ditantang harus mampu mendidik dan menghasilkan para lulusan yang berdaya saing tinggi bukan justru sebaliknya mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dan dinamika globalisasi tersebut.

Menurut Khaerudin Kurniawan (1999), kehadiran globalisasi telah menjadi beberapa tantangan besar bagi dunia pendidikan Indonesia, yaitu:

Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development).

Kedua, tantangan untuk mela-kukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM. 

Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 

Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi. Di sisi lain, globalisasi juga telah mendatangkan kemajuan yang sangat pesat bagi dunia pendidikan, yakni munculnya beragam sumber belajar dan merebaknya media massa, khususnya internet dan media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan.

Dampak globalisasi

Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat, yakni munculnya beragam sumber belajar dan merebaknya media massa, khususnya internet dan media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan.

Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hal ini dapat kita rasakan bahwa para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot.

Di sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan rasa keberagamaan yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Sekolah harus menjadi benteng terakhir yang berperan membendung dampak negatif bawaan yang muncul dari teknologi informasi dan komunikasi yang menjamur tersebut.

Sementara itu, kemajuan teknologi dan pertumbuhan eko-nomi yang terjadi juga akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun, dan kompetitif. Namun demikian, kompetisi tersebut  juga berdampak pada aspek budaya dan nilai-nilai masyarakat kita yang akhirnya akan melahirkan generasi yang “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”, khususnya di kalangan remaja dan pelajar.

Sebuah generasi berdisiplin tinggi, tekun, dan pekerja keras namun tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, hormat kepada orang tua, dan rasa keberagamaan yang diwujud-kan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya.

Kemerosotan wibawa orang tua, guru, dan ditambah tergerusnya nilai-nilai sosial yang ada telah melemahkan sendi-sendi kehidupan sosial yang berperan penting dalam pengembangkan potensi peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia di tengah perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang masif dan eksesif. 

Hal ini akan membawa budaya liberal, sekuler, yang jauh berbeda dengan nilai-nilai budaya luhur kita dan nilai-nilai agama. Akibatnya, pergaulan bebas, perilaku menyimpang, serta praktik-praktik dekadensi moral (akhlak) lainnya tumbuh  dan berkembang dengan cepat dan merusak generasi bangsa kita.

Tidak ada cara efektif untuk mengatasi hal tersebut, kecuali dengan menanamkan nilai-nilai agama yang konsekuen, terutama dalam dimensi pengamalan akhlak sehari-hari karena iman, taqwa, akhlak itu sumbernya agama.  

Pada prakteknya, ini semua membutuhkan peran aktif semua pihak: guru, orang tua, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan pergaulan. Dan negara atau pemerintah wajib memfasilitasinya dengan mendukung, mempromosikan, dan menunjukkan keseriusan dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan berne-gara yang nasionalis, religius, berintegritas, mandiri, bergotong-royong berdasarkan Pancasila.

Lagi dan lagi,  guru yang harus bertanggung jawab  atas semua itu secara moral!

Share Post

Tentang

SMP Negeri 8 Surakarta merupakan salah satu SMP Negeri yang ada di Surakarta, yang beralamat di Jalan HOS Cokroaminoto No. 51, Jebres, Kota Surakarta.

Calendar

August 2019
M T W T F S S
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031