Kurangnya motivasi, waktu yang dijadwalkan terbatas, tidak cukup sumber daya dan bahan, dan kelebihan siswa di setiap kelas sering menjadi kendala bagi guru dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Namun, guru juga harus menggunakan kreativitasnya untuk menyikapi keterbatasan dan kendala yang muncul dari peserta didiknya guna meminimalisir hambatan-hambatan yang memberikan kontribusi pada kegalalan dalam proses belajar mengajar Bahasa Inggris di kelas.
Bahasa Inggris adalah salah satu dari empat mata pelajaran yang diujinasionalkan. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka siswa harus menempuh selama tiga tahun di sekolah menengah pertama ataupun sekolah menengah atas. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar Bahasa Inggris di sekolah, berikut hasil wawancara reporters kami dengan salah satu guru senior yang ada di SMP Negeri 8 Surakarta, yaitu bapak Drs, Darwanto.
Ketika ditanya tentang pandangan umum bagaimana pengajaran Bahasa Inggris selama ini, beliau menjawab bahwa jumlah siswa yang memiliki kemampuan yang memadai dari 4 (empat) kompetensi bahasa Inggris, speaking, writing, reading, dan listening, tidak lebih 10 % dari jumlah siswa keseluruhan yang ada yang menguasai ke-empat kompetensi tersebut. Sebaliknya, jumlah siswa yang memiliki kemampuan sangat minim terdapat sekitar 10% juga.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa sisanya yang 80% berada pada tingkat rata-rata artinya bahwa mereka memiliki kemampuan yang cukup memadai dalam satu atau dua kompetensi saja, yaitu reading atau writing. Beliau juga meyakini bahwa pada kelompok ini, sebenarnya siswa memiliki kemampuan atau potensi untuk berkembang atau meningkatkan penguasaan bahasa Inggris mereka tetapi mereka cenderung pasif dan kurang termotivasi untuk maju.
Hambatan
Menurut pria kelahiran Brebes ini yang sudah mengajar Bahasa Inggris hampir 27 tahun di sekolah yang berbeda ini, beliau telah mengalami berbagai macam pengalaman yang berhubungan dengan pengajaran bahasa Inggris dengan siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda beda pula, baik dari segi ekonomi, sosal, dan budayanya. Menurut beliau, hal tersebut juga berpengaruh besar pada jenis-jenis kendala yang muncul. Namun pada garis besarnya, beliau melihat kendala tersebut sebagai berikut:
Kurangnya motivasi siswa diyakini oleh beliau sebagai salah satu masalah utama dari pembelajaran bahasa Inggris. Selanjutnya beliau menjabarkan bahwa motivasi siswa bisa berasal dari luar seperti pergaulan dengan teman, kondisii keluarga dan lingkungan tempat tinggal kurang mendukung ke arah itu.
Sementera motivasi dari dalam siswa itu sendiri karena siswa tersebut belum menemukan suatu momen dimana mereka harus mempelari bahasa internasional ini dengan baik dan serius. Pasalnya, banyak lulusan yang sudah bekerja banyak menyesal mengapa ketika di sekolah dulu dia tidak belajar Bahasa Inggris dengan baik dan benar. Akibatnya, karir mereka harus berhenti atau tertunda karena tidak mengguasai bahasa asing ini,
Hambatan ke-dua adalah banyaknya siswa yang menganggapnya bahasa Inggris sebagai pelajaran yang sulit. Hal ini mungkin dikarenakan pengetahuan bahasa Inggris siswa sebelumnya minim dan perbedaan yang menyolok dari bahasa Inggris dan bahasa Indonesia terutama dalam pengucapan kosa kata dan pola kalimat yang dipakainya.
Akibatnya, mereka cenderung pasif dan ragu ragu untuk mencobanya. Hal ini diperparah ketika mereka kurang memperhatian pelajaran ketika proses belajar mengajar berlangsung. Bahkan mereka cende-rung mengobrol dengan teman sebangkunya dan melakukan aktifitas lainnya seperti corat-coret, belajar mata pelajaran, bahkan ada yang tidur.
Hambatan ke-tiga adalah waktu yang tidak cukup untuk praktek. Menurut beliau kesempatan atau waktu mereka berhubungan dengan Bahasa Inggris hanya ada di pelajaran Bahasa Inggris. Setelah itu, mereka dihadapkan pada lingkungan yang tidak mendukung terjadinya intereaksi berbahasa Inggris. Sementara itu, waktu di kelas sering sangat singkat; dua kali seminggu. Terus, kapan dan dimana lagi mereka bisa berlatih dan menerapkannya?. Jika situasi ini terjadi terus-menerus, kita akan gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Yang tidak kalah penting yang diyakini beliau sebagai salah satu permasalahan yang turut kontribusi dalam kegagalan dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah kurangnya sumber daya dan bahan ajar. Sumber daya dan bahan di sini merujuk pada berbagai benda yang dapat digunakan untuk mengajar seperti model, kartu, komputer, laboratorium bahasa, dan sebagainya. Mereka memainkan peran penting dalam keberhasilan dari proses belajar-mengajar di kelas, karena mereka mewakili elemen di dunia nyata, dimaksudkan untuk membantu sis-wa memahami dan menjelaskan realitas.
Dengan kata lain, mereka membantu untuk mengubah sesuatu yang kompleks menjadi sederhana. Misalnya, ketika guru ingin mengajar tentang binatang, maka akan agak sulit untuk memiliki siswa memahami hanya dengan kata-kata, sehingga perlu sumber-sumber dan bahan pendukung materi tersebut. Jadi, jika guru memberikan sedikit sumber daya dan bahan, itu akan membuat Inggris menjadi jauh lebih rumit kepada peserta didik.
Masalah terakhir yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Inggris adalah terlalu padatnya siswa di kelas bahasa Inggris. Jumlah peserta didik di ruang kelas yang khas dapat berkisar 1-15 atau dua puluh peserta didik. Di Indonesia, bagaimanapun, guru dapat menemukan lebih dari tiga puluh siswa di kelas yang sangat kecil tanpa tape recorder, televisi, poster, DVD.
Hal ini tentu akan sulit bagi guru untuk melaksanakan kegiatan dimana siswa dapat meningkatkan keterampilan komunikasi mereka karena tidak mungkin untuk personalisasi pengajaran, dan sebagai akibatnya hasil yang tidak baik ditunjukkan setiap hari.
Alternatif pemecahan
Dari penjelasan permasalahan tersebut diatas, beliau memberikan beberapa alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sebagaimana beliau lakukan kepada peserta didiknya sendiri selama ini.
a. Siswa yang kurang memahami Bahasa Inggris
Pada permasalahan ini, beliau berusaha untuk menanamkan akan pentingnya pelajaran Bahasa Inggris itu, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi perkembangan zaman yang terus berkembang dengan pesat dan semakin canggih, apabila kita tidak mempelajari Bahasa Inggris maka kita akan tertinggal karena kebodohan kita.
b. Siswa menganggap Bahasa Ing-gris itu sukar dan sulit
Bila menghadapi siswa dengan permasalahan tersebut, maka beliau menjelaskan bahwa Bahasa Inggris itu tidak sukar dan sulit. Jika siswa mau belajar dengan sungguh-ungguh, mengerjakan latihan ataupun tuga-tugas, maka dengan sendirinya mereka akan terbiasa dengan soal-soal yang diberikan, mulai dari yang mudah ke yang sulit, dan dengan sendirinya mereka akan memahami Bahasa Inggris itu.
c. Lingkungan yang kurang menunjang
Dalam hal ini beliau menyaran- kan siswa untuk selalu berusaha berbahasa Inggris dengan lingkungan terdekat mereka, misalnya dengan teman sebangkunya, orang tua ataupun anggota keluarga lainnya. Latihan bisa diawali dengan hal yang kecil seperti menanyakan benda-benda yang ada di lingkungan sekolah ataupun di rumah.
Ingatlah “language is habit”, bahasa itu adalah kebiasaan. Kalau kita biasa, maka kita akan berada posisi nyaman ketika mereka harus berbahasa Inggris.
d. Siswa memiliki kosa kata yang terbatas
Mungkin karena kurangnya pengetahuan dan kurang membaca buku tentang Bahasa Inggris, sehingga mereka kesulitan untuk memahami apa yang disampaikan guru dan sulit dalam memahami bacaan. Dalam hal ini, kita memberikan pengertian kepada siswa akan arti pentingnya membaca. Jadi, kita dorong dan bimbing siswa untuk rajin membaca.
e. Tidak tahunya penggunaan grammar.
Selain menjelaskan grammar dengan memberikan pola-pola atau bentuk-bentuk yang akan diguna-kan, baik bentuk waktu kemarin, hari ini ataupun masa yang akan datang, kita juga tidak boleh patah arang untuk senantiasa membiasakan diri mereka untuk membuat satu pertanyaan setiap kali kita akan memualai pelajaran sesuai dengan materi ajar yang sedang mereka pelajaran atau materi ajar yang sudah diajarkan.
f. Kurangnya media yang digunakan
Biasanya kita hanya menjelaskan, memberi gambaran secara lisan tentang suatu keadaan, bentuk atau seuatu tempat. Dalam hal ini, siswa hanya bisa membayangkan tanpa melihat secara langsung bentuk ataupun keadaannya. Akibatnya, mereka sulit untuk mengerti dan memahami maksud yang kita sampaikan.
Sebaiknya, kita menggunakan media dan menunjukannya. Apakah itu berupa gambar / benda-benda nyata, sehingga siswa melihat dan mengetahui secara langsung, dan mengerti dengan apa yang disampaikan guru, apalagi dengan adanya warna-warna yang menarik.
Demikian wawancara dengan beliau dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Tujuannya jelas agar siswa semangat dalam belajar dan tidak akan merasa takut ataupun mlinder untuk mempelajari nahasa international tersebut. (Team)